Sunday, December 27, 2009

Saya Mulai Menjadi Diri Saya Kembali

Sudah 2 hari ini saya tidak menelan ribavirin. Pengaruhnya sangat besar saya rasakan. Saya tidak merasa mau pingsan saat di luar rumah, meski masih mudah merasa capek. Makan saya mulai banyak dan mood saya jauh lebih baik. Saya sangat menikmati bertemu dengan teman dan tetangga. Saya mulai beraktivitas fisik seperti bersih-bersih rumah dan menata sejengkal taman yang terasa amat menyenangkan. Sakit kepala datang sesekali tapi tak sehebat waktu-waktu lalu. Sudah tidak demam, badan hanya terasa hangat. Masih sulit tidur, namun rasa gelisah sudah jauh berkurang. Sakit otot masih ada. Kulit masih kering dan sering gatal. Rambut masih rontok dan kusam. Dada tak sesakit dahulu.

Aku sudah mulai bekerja. Bersih-bersih rumah. Semua kujalani secara bertahap. Sangat menyenangkan. Sangat nikmat. Kunikmati setiap detik waktu yang berjalan. Seringkali kutersenyum sendiri penuh rasa syukur. Semua yang kurasakan dan kulihat terasa nikmat dan indah. Sungguh.

Saturday, December 19, 2009

Akhirnya....Tarian Kemenanganku

Kemarin malam adalah suntikan pegasys terakhirku. Meski sempat merasa enggan dibarengi dengan suntikan EPO. Terasa sakit namun yang terakhir ini kuterima dengan sumringah. Setelah kulalui selama setahun, tiba saat terakhir jarum pegasys menembus kulitku. Ribavirin masih harus kutelan seminggu lagi untuk kemudian menjalani lab RNA. Setelahnya, saatnya terbebas dari terapiku.

Kondisi tubuhku masih lemah. Tak bisa keluar rumah lama. Merebahkan badan masih kegiatan favoritku. Masih sulit tidur, sering demam, lemas, sakit kepala dan otot. Sudah biasa...(ahhh gayanya). Tak heran, efek pegasys masih sangat kuat dan aku masih mengkonsumsi ribavirin. Aku akan berangsur lebih baik seminggu kemudian (cross finger for that)

Tapi....aku bisa tertawa lebar. Aku menang. Aku sangat bangga akan diriku sendiri. Aku mencapai garis finish marathon yang seakan tanpa ujung. Meski sempat terseok-seok terutama di putaran terakhir. Pokoknya, MENANG. Hatiku tak pernah merasa sepuas ini. Sangat NIKMAT.

Terima kasih Tuhan. Terima kasih cinta: suami dan anakku, keluarga besarku, dan para sahabat. Terima kasih juga pada para pengikut blog ini yang sharing via email. Karena kalian semua aku merasa tidak sendiri dan dapat melalui semuanya ini.

Yuuk, menari lagi bersamaku. Biarkan aku yang memimpin tariannya, karena tarian ini milikku. Tarian kemenanganku.

Tuesday, December 15, 2009

Istirahat Total!

Jumat lalu suntikan ke-47, 1 lagi then......(hoorayyy!)

Sudah seminggu ini saya beristirahat di rumah. Konsultasi terakhir dengan dokter dan tes lab terakhirku membuat dokter mengambil keputusan untuk membuatku harus bedrest selama 2 minggu. Berat badanku turun lagi 0.5 kg dan LED ku naik 2 kali lipat. Aku masih harus menyuntikkan EPO sampai suntikan pegasys terakhir.

Aku harus bedrest karena bila tidak, dokter menganjurkan untuk menghentikan terapiku. Terang saja aku tak mau. Sudah hampir setahun kujalani ini. Aku tak mau berhenti begitu saja di ujung jalan ini.

Memang kondisiku sangat payah. Sangat payah. Aku tak bisa berdiri dalam waktu lama, rasanya mau pingsan saja. Badanku lemas. Dadaku sering sakit, sesak, sakit di kepala dan seluruh otot tubuhku. Aku tak bisa tidur, bahkan setelah aku meminum obat tidur yang telah diresepkan. Kujalani saja, karena kulihat banyak harapan di depan mata. Kuyakin setelah terapi ini selesai kujalani, berangsur-angsur aku akan merasa lebih baik dan dapat menjadi diriku kembali.

Ayo semangat!!!!!

Aku jalani semuanya dengan ikhlas. Aku percaya apa yang kujalani tak akan sia-sia. Kubertahan. Tinggal satu lagi.

Monday, December 7, 2009

Bagaimana Menyelamatkan Suatu Kehidupan?

Suntikan ke-46 (please mr. time.....speed up *_*, coz 2 more to go)

Minggu kemarin benar2 tantangan buatku. Seminggu tidak bekerja. Tak juga menjalankan tugas mengikuti kursus di Denpasar. Kecewa rasanya. Semua rencana selama seminggu berikut reuni bersama teman dan keluarga di pulau dewata, pupus sudah. Kembali terpurukku di sini, di peraduan tercinta T_T.

Aku mengalami demam yang datang dan pergi, diare, radang mulut, badanku sangat lemas, kepalaku dan otot-otot tubuhku sakit, mual dan parahnya aku mudah sekali marah. Aku merasa sangat tak nyaman dan serba salah. Mudah merasa terganggu oleh hal kecil, bahkan suara detak jam dinding membuatku ingin membantingnya. Karenanya, waktuku banyak kuhabiskan di kamarku, berusaha menghindari banyak kontak dengan anakku. Aku sadar, aku mengalami depresi.

Kemudian kulihat berita-berita bunuh diri di TV. Dalam beberapa hari saja ada dua kejadian bunuh diri. Keduanya di mall dan korbannya masih sangat muda. Salah satu kasus yang kucermati dikarenakan ia stress karena sakit yang tak kunjung sembuh. Hal ini merasuki pikiranku dan aku merasa mengerti apa yang ada di pikirannya.

Setelah menjalani terapi ini, aku memahami rasanya mengalami depresi. Sangat tidak enak. Sangat banyak pertentangan dalam hati dan pikiran. Aku belajar rasa ketidakberdayaan. Saat dimana aku kehilangan kontrol dan tidak dapat berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Saat itu banyak rencana yang berjalan kacau di luar kendaliku...karena efek samping terapi ini yang datang dan pergi sesuka hati. Akhirnya aku belajar apa yang disebut ikhlas. Pelajaran yang paling sulit. Aku berhasil mempelajari semuanya meski kusadar "with the hard way".

Kucoba belajar mengatasi depresi tanpa anti-depresant. Aku mengalami rasanya tidak berdaya dan stress memikirkan hal-hal negatif yang seharusnya tidak boleh terlintas di benakku. Salah satunya adalah keinginan untuk berhenti terapi. Keinginan untuk bebas dari rasa lelah tak berujung ini, bebas dari rasa sakit kepala dan otot, bebas dari rasa mual, untuk dapat berkonsentrasi dan....sekedar untuk dapat tidur nyenyak di malam hari. Semua keinginan itu seperti meracuni pikiranku. Sangat menggoda. Karena sangat mudah untuk mendapatkannya yaitu dengan menghentikan terapiku. Kemudian...tak lama, aku dapat tidur nyenyak.

Mungkin, pikiran-pikiran itulah yang merasuki para korban bunuh diri tersebut. Mereka ingin bebas dari apapun beban mereka dengan cara yang menurut mereka lebih mudah. Di saat mereka merasa tak berdaya...dan saat itu tak ada seorangpun yang dapat menolong mereka.

Aku, memiliki orang-orang terdekat yang mendukungku. Ada seorang suami yang sangat memahami kondisiku. Pendukungku dalam menjalani terapi ini. Takkan mampu kujalani ini tanpanya. Dia yang terhebat.
Anakku yang belum genap 7 tahun, dialah matahariku. Saat aku kacau, dia mau melakukan kebutuhannya sendiri dan terkadang dengan manisnya memijat kepalaku (itulah cara yang ia tahu untuk menyembuhkan sakitku). Belum lagi celoteh-celoteh lucunya yang sering membuatku tertawa.
Orang tuaku, tak kurang perhatiannya padaku. Kuyakin namaku tak putus selalu mereka sebut dalam doa.
Saudara-saudaraku, dengan caranya masing-masing menunjukkan bahwa mereka perduli padaku.
Aku pun, selalu berusaha menyemangati diriku: berdoa memohon kesembuhan dan membaca doa-doa dan bacaan-bacaan yang menguatkan.

Dengan semuanya itu seharusnya semangatku penuh. Namun entah mengapa ada suatu saat aku masih merasa sendirian dan tertekan. Saat yang sangat menyiksa. Dengan keterbatasan yang ada, kutak bisa melakukan hal-hal yang dapat mengalihkan pikiran-pikiran negatifku.

Teman-temanku pun tak kurang memberi dukungan. Lewat telpon, email atau pun SMS. Tertawa merupakan hal yang langka belakangan ini, namun mereka membuatku tertawa, berusaha melupakan apa yang kualami saat ini. Mereka semua berusaha menyelamatkan hidupku. Aku paham itu, kucoba terus berjuang dan terus berjuang. Kubertahan. Senyum dan perhatian mereka semua menguatkanku.

Aku sempat berpikir, apakah kedua korban bunuh diri itu tak memiliki semua dukungan seperti yang aku miliki? Atau kah punya, namun tak kuasa melawan semua pikiran negatif dan keinginan untuk menyelesaikan semuanya dengan cara mudah? Kalaupun mereka punya dukungan dari orang terdekat mereka, pastinya tindakan mereka ini sangat mengagetkan dan memprihatinkan orang-orang terdekat mereka.

Untukku, mereka semua yang telah kusebut sebagai pendukungku adalah penyelamat kehidupanku setahun belakangan ini. Aku sungguh beruntung. Sayang sekali tidak ada yang sempat menyelamatkan kehidupan kedua remaja tersebut. Mungkin saat ini semua keluarga dan sahabat mereka sempat bertanya-tanya: apa yang salah? Sehingga mereka seperti kecolongan kehilangan suatu kehidupan di depan mata mereka. Memang hidup dan mati di tangan Sang Pencipta kehidupan itu sendiri. Seorang dokter dan psikolog pun tak tahu pasti cara jitu menyelamatkan suatu kehidupan. Yang ada hanya usaha terbaik.

Tuesday, December 1, 2009

Please, Slow Down Your Dance Maam...

So so embarrassing to publish my condition lately.

I skip from work for two days now on. I have bad headache, nausea, muscle aches and feel boneless, so uncomfortable. I spend all day at home, try to sleep or just lay down on my bed.

I blame on myself of course. Due to Ied holiday, a long weekend, I JUST did everything I want. I JUST went shopping, helped my husband rearrange the house, even did gardening work. Phew, now I am enjoying the result....almost all day spend the time in my room.

Even, after having the EPO shot I still feel unwell. But feel better now. I want to go for work tomorrow. I promise I'll be more careful then, to take care of myself.

I just thought maybe I had mistaken to choose my dance style. I'll promise to slow down my dance. I don't want to spend another time like this again. It'll be 3 weeks more then I'll be fine. I have to be patient.

Let's dance, but please slow the dance for me....;o)